Waktu pertama kali membuka usaha roti kacang Cap Rajawali pada tahun
1970, Lau Wing Hiang (75) tak pernah berpikir produknya akan menjadi
makanan khas oleh-oleh dari kotanya, Tebing Tinggi, Sumatera Utara,
menyamai lemang. Ia hanya mau membangun usaha sederhana untuk menghidupi
keluarga. Roti kacang ia pilih sebab hingga usia 30-an, Lau
Wing Hiang bekerja di toko roti. Ia bekerja tak hanya di Tebing Tinggi,
tetapi juga bekerja sekaligus ”kursus” di toko roti kacang di Jalan
Bangau Nomor 5, Medan. Apalagi, kini dia baru saja menikah dengan O A
Hian. Dia harus memikirkan kehidupan keluarganya.
”Waktu awal
membuka usaha, saya hanya punya anggota empat orang: satu orang memasak
kacang hijau, dua orang membuat roti, dan satu orang berjualan.
Usahanya hidup enggan mati tak mau. Satu hari banyak yang beli, hari
lain sepi,” cerita Lau Wing Hiang di rumahnya yang sederhana di kawasan
Pajak Mini, Kota Tebing Tinggi.
Modal awalnya hanya tepung terigu
25 kilogram, kacang hijau 20 kilogram, dan minyak goreng satu kaleng.
Pokoknya, harus menjadi roti kacang yang enak dan menarik pembeli.
Roti
kacang produksi Hiang mirip dengan bakpia dari Yogyakarta. Hanya
kulitnya lebih tebal dengan taburan wijen di atasnya. Roti dikemas dalam
bungkus kertas minyak berjumlah lima buah per bungkus. Roti diberi
nama roti kacang Cap Rajawali.
Rajawali dipilih karena nama itu
gampang diingat dan populer. ”Burung rajawali juga besar,” kata Hiang
yang tampil sederhana mengenakan singlet putih dan celana pendek putih
saat diwawancarai. Baru saat difoto, Hiang berganti baju.
Dana
modal usaha diperoleh dari hasil kerja Hiang di toko kue saat ia muda.
”Semua uang saya sendiri, tak ada yang saya pinjam dari bank,” tutur
kakek dari tiga cucu yang sangat ramah itu. Hiang terlihat muda dan
sehat pada usia 75 tahun. Begitu juga istrinya, Hian.
”Saya
istirahat, termasuk tidur, selama 10 jam sehari,” kata bapak empat anak
itu di sela-sela perbincangan soal bisnis kue kacangnya. Hidup teratur
adalah kuncinya sehat dan sukses.
Tiap hari ia bangun sekitar
pukul 05.00. Dia lantas melewatkan waktu selama satu jam untuk
sembahyang di awal bekerja sekitar pukul 7.00. Begitu juga saat menutup
usaha pada pukul 20.00. Sebuah rutinitas yang tak pernah ia tinggalkan
setelah membuka usaha sendiri.
”Tak ada resep khusus bekerja.
Yang penting pikiran sehat. Kerja tidak untuk mencari duit, tetapi
untuk cari bahagia,” tutur Hiang soal penampilannya yang tetap segar
pada usianya sekarang ini.
Didukung anak-anak
Karena
ini bisnis keluarga, ia berbagi tugas dengan istrinya, O A Hian. Istri
mengurus rumah tangga, termasuk anak-anak, sementara ia mengurusi
bisnis dari pembelian barang hingga penjualan roti.
Begitu
anak-anaknya lulus SMA, ternyata anaknya tidak ada yang berminat
kuliah. Semua membantu ayah mereka di toko dan pabrik roti. Pelan-pelan
usahanya pun menanjak.
Dari rumah kontrakan di Pajak Mini,
Tebing Tinggi, ia memperlebar usahanya di kompleks Tendean Bisnis
Sentral (TBS), Jalan Kapten Tendean, Tebing Tinggi, tahun 2005. Bekerja
keras dan ulet membuatnya kini punya 40 karyawan. Kebutuhan tepung pun
naik, kini menjadi lebih dari 250 kilogram per hari.
Kemasan
roti pun berupah dari dibungkus kertas minyak isi lima buah menjadi
dalam kotak bergambar roti dan burung rajawali dalam kemasan besar isi
27 roti seharga Rp 22.000 dan kemasan kecil isi 22 roti dijual Rp
15.000. Jangan pula membayangkan toko roti kacang Cap Rajawali di
kompleks TBS, seperti kebanyakan toko roti yang dipenuhi etalase
pajangan roti.
Penanda bahwa ruko itu benar berjualan roti adalah
dua kotak roti kosong yang ditempel satu sama lain. Kotak itu
tergeletak di meja alumunium. Kotak yang kecil di tempel harga Rp
15.000 dan kotak yang besar Rp 22.000.
Meskipun demikian, tidak henti-henti orang datang membelinya.
Selain
membuka toko di TBS, banyak pedagang kaki lima di pinggir jalan
protokol di Kota Tebing Tinggi yang juga menjajakan roti kacang. Di
situ, Roti kacang Cap Rajawali dijual hingga Rp 18.000 untuk kemasan
kecil dan Rp 25.000 untuk kemasan besar.
Belakangan, roti Cap Rajawali juga membuka cabang di Kompleks Asia Bisnis Center Sei Rampah, Serdang Bedagai.
Dinas
kesehatan, Balai POM, Majelis Ulama Indonesia, serta dinas
perindustrian dan perdagangan selalu memantau usahanya dan mengadakan
kunjungan tetap ke toko dan pabrik. Semuanya oke karena kebersihannya
menjadi hal utama.
”Saya suka bilang kepada anggota (karyawan),
ini roti dimakan manusia, bukan dimakan hewan,” ceritanya. Maka,
karyawan pun turut menjaga kualitas.
Saat ini usaha roti kacang
itu lebih banyak dipegang Tony Anwar, salah seorang anak Lau Wing
Hiang. Bagaimana usaha roti Hiang bisa menanjak dan bertahan hingga
sekian lama?
Menurut Hiang, resepnya sederhana saja. Banyak orang
membeli, maka produksi pun meningkat. Mengapa banyak orang membeli?
Karena rasa roti enak dan sehat. Roti tanpa bahan pengawet dan
diproduksi dalam industri rumah tangga yang bersih.
”Gula murni
sudah jadi bahan pengawet. Jadi tak perlu pengawet lagi. Roti bisa tahan
22 hari,” kata Hiang yang rajin mengonsumsi buah dan air putih sebagai
bagian dari pola hidup sehatnya.
Karyawannya juga cukup
sejahtera dengan upah harian Rp 40.000 per hari. Mereka juga
ditanamkan untuk bekerja lebih baik bagi kemajuan perusahaan dan juga
diri mereka sendiri.
Seruan
Biar seruan
ini tetap diingat karyawannya, Hiang juga menempel kewajiban harian
bagi karyawan di satu dinding toko, di antaranya berbunyi: senyum lebih
banyak sedikit, kerja lebih cepat sedikit, bicara lebih lembut
sedikit, emosi dikurangi sedikit, tunjukkan kasih lebih banyak sedikit,
hingga tunjukkan jiwa besar lebih banyak sedikit.
Namun, yang lebih jelas terlihat adalah kata-kata ”Awali harimu dengan senyuman, maka dunia akan tersenyum padamu”.
Saat ini roti kacang dikembangkan dalam empat rasa, yakni kacang hijau manis, kacang hijau asin, kacang hitam, dan jeruk.
Karena
sukses, banyak orang yang kemudian mengikuti jejak Lau Wing Hiang.
Sedikitnya ada lima merek roti kacang serupa yang ada di Tebing Tinggi
saat ini. Namun, roti kacang Cap Rajawali yang paling dicari. Roti
kacang seolah sudah melekat pada warga Tebing Tinggi dan telah menjadi
buah tangan khas Tebing Tinggi.
0 comments:
Post a Comment